Senin, 24 April 2017

FAKTOR PRILAKU DAN LATIHAN PROGRESIF



FAKTOR PRILAKU DAN LATIHAN PROGRESIF

   Faktor Perilaku Olahraga
perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari. Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, di mana kita lihat bahwa  perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu. faktor perilaku dibentuk oleh tiga faktor utama yaitu :
1. Faktor predisposisi (predisposing factors),
yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi.
2. Faktor pemungkin (enabling factors),
 yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan antara lain umur, status sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumber daya.
3. Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors),       
faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan.
Faktor yang mempengaruhi perilaku:
1. Faktor Internal
Tingkah laku manusia adalah corak kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor intern yang dimaksud antara lain jenis ras/keturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan intelegensia. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci seperti di bawah ini.
a. Keturunan
Setiap keturunan yang ada di dunia memperlihatkan tingkah laku yang khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap keturunan, karena memiliki ciri-ciri tersendiri.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain cara berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkikan karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderug berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional.
c. Sifat Fisik
Kretschmer Sheldon membuat tipologi perilaku seseorang berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang pendek, bulat, gendut, wajah berlemak adalah tipe piknis. Orang dengan ciri demikian dikatakan senang bergaul, humoris, ramah dan banyak teman
d. Kepribadian
Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsang baik yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya, sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian tersebut, kepribadian seseorang jelas sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-harinya.
e. Intelegensia
adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Bertitik tolak dari pengertian tersebut, tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh intelegensia. Tingkah laku yang dipengaruhi oleh intelegensia adalah tingkah laku intelegen di mana seseorang dapat bertindak secara cepat, tepat, dan mudah terutama dalam mengambil keputusan
f. Bakat
Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus, misalnya berupa kemampuan memainkan musik, melukis, olah raga, dan sebagainya
2. Faktor Eksternal
a. Pendidikan
Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang yang berpendidikan rendah.
b. Agama
Agama akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai yang diajarkan oleh agama yang diyakininya.

c. Kebudayaan
diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau peradaban manusia. Tingkah laku seseorang dalam kebudayaan tertentu akan berbeda dengan orang yang hidup pada kebudayaan lainnya, misalnya tingkah laku orang Jawa dengan tingkah laku orang Papua.
d. Lingkungan
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh untuk mengubah sifat dan perilaku individu karena lingkungan itu dapat merupakan lawan atau tantangan bagi individu untuk mengatasinya. Individu terus berusaha menaklukkan lingkungan sehingga menjadi jinak dan dapat dikuasainya.
e. Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi perilaku seseorang.
Faktor perilaku yang banyak terkait dengan kejadian hypertensi dapat disebutkan antara lain stres pekerjaan, kebiasaan merokok, dan kebiasaan berolah raga.
Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stress berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini dapat dipengaruhi karena tuntutan kerja yang terlalu banyak (bekerja terlalu keras dan sering kerja lembur) dan jenis pekerjaan yang harus memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya atau pekerjaan yang menuntut tanggung jawab bagi manusia. Stres pada pekerjaan cenderung menyebabkan hipertensi berat. Sumber stres dalam pekerjaan (Stressor) meliputi beban kerja, fasilitas kerja yang tidak memadai, peran dalam pekerjaan yang tidak jelas, tanggung jawab yang tidak jelas, masalah dalam hubungan dengan orang lain, tuntutan kerja dan tuntutan keluarga.
Beban kerja meliputi pembatasan jam kerja dan meminimalkan kerja shift malam. Jam kerja yang diharuskan adalah 6-8 jam setiap harinya. Sisanya (16-18 jam setiap harinya) digunakan untuk keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Dalam satu minggu seseorang bekerja dengan baik selama 40-50 jam, lebih dari itu terlihat kecenderungan yang negatif seperti kelelahan kerja, penyakit dan kecelakaan kerja (Suma’mur, 1998).
Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang. Dalam suatu penelitian, stres yang muncul akibat mengerjakan perhitungan aritmatika dalam suatu lingkungan yang bising, atau bahkan ketika sedang menyortir benda berdasarkan perbedaan ukuran, menyebabkan lonjakan peningkatan tekanan darah secara tiba.
 Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang olahraga serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut (Smith, 1986). Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit, dan lapisan menjadi tebal dan kasar. Akibatnya keadaan paru-paru dan jantung mereka yang merokok tidak dapat bekerja secara efisien.
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (Arjatmo, 2001). Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang tidak melakukan olahraga. Olahraga yang teratur dalam jumlah sedang lebih baik dari pada olahraga berat tetapi hanya sekali. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Seseorang yang rajin berolahraga memiliki risiko lebih rendah untuk menderita penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi. Oleh karena itu, latihan fisik selama 30-45 menit sebanyak lebih dari tiga kali per minggu penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi (Cortas, 2008).

   Faktor-Faktor Latihan Progresif
Perlu di tekankan prinsip-prinsip pemberian beban lebih yang bertahap dan prinsip spesifisitas dari latihan:
Latihan progresif untuk lari-lintas-alam, perlombaan atletik tes Pola NAPFA diperkenalkan di singapura tahun 1981 dengan tujuan sebagai berikut:
a.       Untuk mengusahakan tercapainya suatu tingkat kebugaran jasmani menyeluruh yang diinginkan bagi rakyat singapura.
b.      Untuk memberikan suatu cara sederhana tetapi dapat di percaya untuk mengevaluasi kebugaran jasmani menyeluruh bagi pria dan wanita berumur 12 tahun atau lebih.
c.       Untuk memberikan lencana emas,perak dan perunggu, sertifikat dan hadiah lain bagi mereka yang memenuhi standar yang diperlukan, sebagai pengharagaan akan prestasi mereka.
d.      Untuk melengkapi, menambah untuk mengganti sebagian atau seluruhnya deretan organisasi-organisasi ujian kebugaran jasmani, seperti sekolah angkatan bersenjata, polisi dan badan-badan olahraga.
e.       Untuk mendapatkan informasi yang lebih dapat dipercaya tentang kebugaran jasmani dari orang singapura. Hal ini diperoleh dengan cara mempelajari dan membandingkan hasi-hasil ujian yang dilakukan pada berbagai golongan orang di singapura dan juga membandingkan hasil-hasil ini dengan golongan-golongan yang serupa di negara lain.
Memerlukan waktu minimal 4 sampai 6 minggu (sebaiknya paling tidak 8 sampai 12 minggu).
         Petunjuk resep FITT dapat diterapkan untuk latihan-latihan progresif ini:
F = Frekuensi                    : 3 sampai 5 hari setiap minggu
I = Intensitas         : Mulailah dengan 60% sampai 75% dari denyut jantung maksimal yang sebenarnya atau yang di perkirakan menurut umur. Tingkatkan sampai 70%-85%
T = Tipe aktivitas  :aerobik (misalnya jogging), kalistenik (misalnya peregangan, menyentuh jari kaki) dan latihan yang spesifik terhadap perlombaan (misalnya nomor-nomor tes NAPFA)
T = Time (waktu)  : setiap kali mulailah dengan berlatih 5 sampai 15 menit; tingkatkan sampai 30-60 menit. 
      Salah satu cara untuk mengukur denyut jantung per menit ialah dengan menghitung denyut jantung atau nadi selama 6 detik dan kalikan hasilnya 10 kali:
      Denyut Per Menit = Denyut dalam 6 detik x 10
      Kecepatan peningkatan latihan bergantung pada tingkat kebugaran awal dari orang yang bersangkutan dan pada responnya terhadap program latihan tersebut.
a.        Latihan kekuatan
Komponen kondisi fisik seseorang tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. Jadi, otot lebih kuat jika dilatih, beban waktu latihan yang cukup sesuai tahap. Un tuk latihan sifatnya individual, otot yang di latih benar-benar tidak cedera.
b.      Latihan Keterampilan
Pencegahan lewat keterampilan mempunyai andil yang besar dalam pencegahan cedera itu telah terbukti, karena penyiapan atlit dan resikonya harus di pikirkan lebih awal. Untuk itu para atlit sangat perlu ditumbuhkan kemampuan untuk bersikap wajar atau relaks. Dalam menyangkutkan atlit tidak cukup keterampilan tentang kemampuan fisik saja namun termaksud daya pikir, membaca situasi, mengetahui bahaya yang bisa terjadi dan mengurangi resiko cedera.
c.       Latihan Fitness
Pencegahan lewat latihan fitness secara terus menerus mampu mencegah cedera pada atlit baik cedera otot, sendi dan tendor. Serta mampu bertahan untuk pertandingan lebih lama tanpa kelelahan.






FAKTOR PSIKOLOGI YANG MENYEBABKAN CEDERA




FAKTOR PSIKOLOGI YANG MENYEBABKAN CEDERA

Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari.
  Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani.                       
Psikologi olahraga merupakan bidang dalam psikologi yang memanfaatkan prinsip, konsep, fakta, dan metode psikologi dan menerapkannya dalam aspek-aspek aktivitas olahraga seperti aspek belajar, keterampilan, penampilan, pelatihan, dan pengembangan. Jadi psikologi olahraga secara umum merupakan : Ilmu yang mempelajari tingkah laku para pelaku dan kejiwaan dalam olahraga baik atlet, official, pelatih, dan juga supporter sekaligus memahami aspek-aspek psikologi melalui olahraga tersebut.
Faktor Psikis
Faktor psikologis ternyata berpengaruh terhadap tingkat cedera yang diderita oleh atlet, hal ini terbukti telah diteliti oleh Rotela dan teman-teman bahwa faktor kepribadian, level stress dan beberapa sikap tertentu adalah penyebab terjadinya cidera. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain adalah:
1.  Faktor kepribadian
Faktor kepribadian adalah faktor yang pertama yang berhubungan dengan cidera atlet. Para peneliti ingin memahami apakah konsep diri, pengaruh dari dalam maupun luar dan berpikir keras sangat berhubungan dengan cidera tersebut. Atlet yang mempunyai konsep diri yang rendah mudah terkenacidera dibandingkan dengan atlet yang  mempunyai konsep diri tinggi. Penelitian terbaru menunjukan bahwa faktor pesonaliti seperti optimisme, percaya diri, ketabahan dan kecemasan berperan dalam cidera atlet.
2. Tingkat stress
        Telah diidentifikasi bahwa tingkat stresberperan penting dalam cidera atlet. Penelitian telahmembuktikan hubungan antara tekanan hidup dan tingkat cidera. Pengukuran tingkat stres ini di fokuskan pada perubahan hidup,contohnya putus cinta, pindah ke kota baru, atau perubahan status ekonomi. Secara keseluruhan bukti-bukti menunjukan bahwa atlet dengan pengalaman tekanan hidup yang lebih tinggi lebih sering cidera dibandingkan atlet dengan tekanan hidup yang lebih rendah. Sebaiknya para instruktur profesional sebaiknya memahami perubahan ini, secara hati-hati memonitor dan memberikan pelatihan hidup secara psikologis. Penelitian juga telah mengidentifikasi stress muncul pada atlet ketika cidera dan ketika di rehabiitasi saat cidera. Contohnya kurangnya perhatian dan terisolasi. Teknik managemen pelatihan stress tidak hanya menolong atlet dan instrutur untuk lebih efektif secara penampilan tetapi juga mungkin menghindari resiko mereka terkena cidera dan sakit.

1.        Hubungan Stres dengan cedera

Stress juga dapat meyebabkann cedera karena penyebab utama stress adalah terlalu memikirkan sesuatu yang berkepanjangan dan berpendapat tidak adanya solusi sehingga dia berlarut dalam masalah tersebut. Dalam olahraga cedera yang dialami oleh atlit salah satunnya stress  kerena ada atlit yang memang bertanding tetapi dia mempunyai komitmenn harus menang akan tetapi hal tersebut tidak terwujud yang akhirnya atlit tersebut down dan akhirnnya stress.
Ada dua teori yang akan menjelaskan hubungan antara stress dan cidera.
1. Perhatian yang tergangu
Satu hal yang pasti adalah bahwa stress akan mengangu perhatian seorang atlit dengan kurangnya perhatian akan sekelilingnya. Contohnya seorang pemain quaterback dalam American football mengalami tekanan stress yang tinggi akan berkemungkinan cidera karena dia tidak melihat pemain bertahan lainnya berlari di depannya sehingga kemungkinan besar akan terjadi benturan dengan pemain belakang lawan. Ketika tingkatan stressnya lebih rendah, seorang quarterback akan mempunyai fokus perhatian akan lapangan maupun musuh disekelilingnya sehingga dapat mengurangi benturan dari pemain bertahan lawan dan mengurangi resiko cidera.
2. Ketegangan Otot
Stress tingkat tinggi dapat timbul bersamaan dengan ketegangan otot yang bertentangan dengan kondisi normal dan meningkatkan peluang untuk cidera. Guru dan pelatih yang mempunyai seorang atlet yang kehidupannya mengalami perubahan (seorang siswa yang orang tuanya bercerai), sebaiknya sangat memperhatikan sikap atlit tersebut , jika menunjukan tanda-tanda ketegangan otot atau sulit untuk fokus ketika tampil, adalah hal yang bijak diberikan pelatihan stress.
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis

     Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terha¬dap kegiatan belajar individu. Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani. Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara lain adalah: 1) menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar; 2) rajin berolahraga agar tubuh selalu bugat dan sehat; 3) istirahat yang cukup dan sehat.
b.       Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Bebera¬pa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
1.      Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendo¬rong siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994).
2.      Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
3.      Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memeng¬aruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003).
4.      Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003).