FAKTOR PRILAKU DAN LATIHAN
PROGRESIF
Faktor Perilaku
Olahraga
perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari. Menurut Ensiklopedi
Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap
lingkungannya, di mana kita lihat bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu
yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan
demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu. faktor
perilaku dibentuk oleh tiga faktor utama yaitu :
1. Faktor
predisposisi (predisposing factors),
yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi
terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan,
kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi.
2. Faktor
pemungkin (enabling factors),
yaitu faktor
yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan antara lain
umur, status sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumber
daya.
3. Faktor
pendorong atau penguat (reinforcing factors),
faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi
panutan.
Faktor yang mempengaruhi perilaku:
1. Faktor
Internal
Tingkah laku manusia adalah corak kegiatan yang sangat
dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor intern yang
dimaksud antara lain jenis ras/keturunan, jenis kelamin, sifat fisik,
kepribadian, bakat, dan intelegensia. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan
secara lebih rinci seperti di bawah ini.
a. Keturunan
Setiap keturunan yang ada di dunia memperlihatkan
tingkah laku yang khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap keturunan,
karena memiliki ciri-ciri tersendiri.
b. Jenis
Kelamin
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara
lain cara berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas
pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkikan karena faktor hormonal, struktur fisik
maupun norma pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan
perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderug berperilaku atau bertindak atas
pertimbangan rasional.
c. Sifat
Fisik
Kretschmer Sheldon membuat tipologi perilaku seseorang
berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang pendek, bulat, gendut, wajah
berlemak adalah tipe piknis. Orang dengan ciri demikian dikatakan senang
bergaul, humoris, ramah dan banyak teman
d.
Kepribadian
Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia yang
terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri
terhadap segala rangsang baik yang datang dari dalam dirinya maupun dari
lingkungannya, sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan
fungsional yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian tersebut, kepribadian
seseorang jelas sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-harinya.
e.
Intelegensia
adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir
dan bertindak secara terarah dan efektif. Bertitik tolak dari pengertian tersebut,
tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh intelegensia. Tingkah laku yang
dipengaruhi oleh intelegensia adalah tingkah laku intelegen di mana seseorang
dapat bertindak secara cepat, tepat, dan mudah terutama dalam mengambil
keputusan
f. Bakat
Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang
memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai suatu kecakapan,
pengetahuan dan keterampilan khusus, misalnya berupa kemampuan memainkan musik,
melukis, olah raga, dan sebagainya
2. Faktor
Eksternal
a. Pendidikan
Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar
mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah seperangkat perubahan
perilaku. Dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku
seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan
orang yang berpendidikan rendah.
b. Agama
Agama akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai
dengan norma dan nilai yang diajarkan oleh agama yang diyakininya.
c.
Kebudayaan
diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau
peradaban manusia. Tingkah laku seseorang dalam kebudayaan tertentu akan
berbeda dengan orang yang hidup pada kebudayaan lainnya, misalnya tingkah laku
orang Jawa dengan tingkah laku orang Papua.
d.
Lingkungan
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,
baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh untuk
mengubah sifat dan perilaku individu karena lingkungan itu dapat merupakan
lawan atau tantangan bagi individu untuk mengatasinya. Individu terus berusaha
menaklukkan lingkungan sehingga menjadi jinak dan dapat dikuasainya.
e. Sosial
Ekonomi
Status sosial ekonomi seseorang akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga
status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi perilaku seseorang.
Faktor perilaku yang banyak terkait dengan kejadian
hypertensi dapat disebutkan antara lain stres pekerjaan, kebiasaan merokok, dan
kebiasaan berolah raga.
Hampir semua
orang di dalam kehidupan mereka mengalami stress berhubungan dengan pekerjaan
mereka. Hal ini dapat dipengaruhi karena tuntutan kerja yang terlalu banyak
(bekerja terlalu keras dan sering kerja lembur) dan jenis pekerjaan yang harus
memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya atau pekerjaan yang
menuntut tanggung jawab bagi manusia. Stres pada pekerjaan cenderung
menyebabkan hipertensi berat. Sumber stres dalam pekerjaan (Stressor) meliputi
beban kerja, fasilitas kerja yang tidak memadai, peran dalam pekerjaan yang
tidak jelas, tanggung jawab yang tidak jelas, masalah dalam hubungan dengan
orang lain, tuntutan kerja dan tuntutan keluarga.
Beban kerja meliputi pembatasan jam kerja dan
meminimalkan kerja shift malam. Jam kerja yang diharuskan adalah 6-8 jam setiap
harinya. Sisanya (16-18 jam setiap harinya) digunakan untuk keluarga dan
masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Dalam satu minggu seseorang
bekerja dengan baik selama 40-50 jam, lebih dari itu terlihat kecenderungan
yang negatif seperti kelelahan kerja, penyakit dan kecelakaan kerja (Suma’mur,
1998).
Stres dapat
meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi kemungkinan bukan
penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang. Dalam suatu
penelitian, stres yang muncul akibat mengerjakan perhitungan aritmatika dalam
suatu lingkungan yang bising, atau bahkan ketika sedang menyortir benda
berdasarkan perbedaan ukuran, menyebabkan lonjakan peningkatan tekanan darah
secara tiba.
Hubungan antara
stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan
tekanan darah secara intermiten. Kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol
dan kurang olahraga serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan
darah. Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung.
Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena
tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut (Smith,
1986). Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit, dan
lapisan menjadi tebal dan kasar. Akibatnya keadaan paru-paru dan jantung mereka
yang merokok tidak dapat bekerja secara efisien.
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan
hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah (Arjatmo, 2001). Meskipun tekanan
darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga, namun jika berolahraga
secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah lebih rendah dari
pada mereka yang tidak melakukan olahraga. Olahraga yang teratur dalam jumlah
sedang lebih baik dari pada olahraga berat tetapi hanya sekali. Olahraga juga
dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang olahraga akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga
bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Seseorang yang rajin
berolahraga memiliki risiko lebih rendah untuk menderita penyakit jantung,
tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi. Oleh karena itu, latihan fisik
selama 30-45 menit sebanyak lebih dari tiga kali per minggu penting sebagai
pencegahan primer dari hipertensi (Cortas, 2008).
Faktor-Faktor Latihan Progresif
Perlu di
tekankan prinsip-prinsip pemberian beban lebih yang bertahap dan prinsip
spesifisitas dari latihan:
Latihan
progresif untuk lari-lintas-alam, perlombaan atletik tes Pola NAPFA
diperkenalkan di singapura tahun 1981 dengan tujuan sebagai berikut:
a. Untuk
mengusahakan tercapainya suatu tingkat kebugaran jasmani menyeluruh yang
diinginkan bagi rakyat singapura.
b. Untuk
memberikan suatu cara sederhana tetapi dapat di percaya untuk mengevaluasi
kebugaran jasmani menyeluruh bagi pria dan wanita berumur 12 tahun atau lebih.
c. Untuk
memberikan lencana emas,perak dan perunggu, sertifikat dan hadiah lain bagi
mereka yang memenuhi standar yang diperlukan, sebagai pengharagaan akan prestasi
mereka.
d. Untuk
melengkapi, menambah untuk mengganti sebagian atau seluruhnya deretan
organisasi-organisasi ujian kebugaran jasmani, seperti sekolah angkatan
bersenjata, polisi dan badan-badan olahraga.
e. Untuk
mendapatkan informasi yang lebih dapat dipercaya tentang kebugaran jasmani dari
orang singapura. Hal ini diperoleh dengan cara mempelajari dan membandingkan
hasi-hasil ujian yang dilakukan pada berbagai golongan orang di singapura dan
juga membandingkan hasil-hasil ini dengan golongan-golongan yang serupa di
negara lain.
Memerlukan
waktu minimal 4 sampai 6 minggu (sebaiknya paling tidak 8 sampai 12 minggu).
Petunjuk
resep FITT dapat diterapkan untuk latihan-latihan progresif ini:
F =
Frekuensi :
3 sampai 5 hari setiap minggu
I =
Intensitas : Mulailah
dengan 60% sampai 75% dari denyut jantung maksimal yang sebenarnya atau yang di
perkirakan menurut umur. Tingkatkan sampai 70%-85%
T = Tipe
aktivitas :aerobik (misalnya jogging), kalistenik (misalnya peregangan,
menyentuh jari kaki) dan latihan yang spesifik terhadap perlombaan (misalnya
nomor-nomor tes NAPFA)
T = Time
(waktu) : setiap kali mulailah dengan berlatih 5 sampai 15 menit;
tingkatkan sampai 30-60 menit.
Salah
satu cara untuk mengukur denyut jantung per menit ialah dengan menghitung
denyut jantung atau nadi selama 6 detik dan kalikan hasilnya 10 kali:
Denyut
Per Menit = Denyut dalam 6 detik x 10
Kecepatan
peningkatan latihan bergantung pada tingkat kebugaran awal dari orang yang
bersangkutan dan pada responnya terhadap program latihan tersebut.
a. Latihan
kekuatan
Komponen
kondisi fisik seseorang tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk
menerima beban sewaktu bekerja. Jadi, otot lebih kuat jika dilatih, beban waktu
latihan yang cukup sesuai tahap. Un tuk latihan sifatnya individual, otot yang
di latih benar-benar tidak cedera.
b. Latihan
Keterampilan
Pencegahan
lewat keterampilan mempunyai andil yang besar dalam pencegahan cedera itu telah
terbukti, karena penyiapan atlit dan resikonya harus di pikirkan lebih awal.
Untuk itu para atlit sangat perlu ditumbuhkan kemampuan untuk bersikap wajar
atau relaks. Dalam menyangkutkan atlit tidak cukup keterampilan tentang
kemampuan fisik saja namun termaksud daya pikir, membaca situasi, mengetahui
bahaya yang bisa terjadi dan mengurangi resiko cedera.
c. Latihan
Fitness
Pencegahan
lewat latihan fitness secara terus menerus mampu mencegah cedera pada atlit
baik cedera otot, sendi dan tendor. Serta mampu bertahan untuk pertandingan
lebih lama tanpa kelelahan.